Di
dunia ini, menurut al-Ghazali,
tak ada yang pasti, kecuali
kematian. Hanya kematian
yang pasti, lainnya tak ada
yang pasti. Namun, manusia
tak pernah siap menghadapi
maut dan cenderung lari
darinya. "Sesungguhnya,
kematian yang kamu lari
daripadanya, sesungguhnya
kematian itu akan menemui
kamu." (QS Al-Jumu'ah [62]:
8).
Bagi al-Ghazali, kematian
tidak bermakna tiadanya
hidup (nafi al-hayah), tetapi
perubahan keadaan
(taghayyur hal). Dengan
kematian, hidup bukan tidak
ada, melainkan
bertransformasi dalam
bentuknya yang lebih
sempurna. Diakui, banyak
orang semasa hidup mereka
tertidur (tak memiliki
kesadaran), tetapi justru
setelah kematian, meraka
bangun (hidup). "Al-Nas
niyam, fa idza matu intabihu,"
demikian kata Imam Ali.
Dalam Alquran, ada beberapa
istilah yang dipergunakan
Allah SWT untuk mengartikan
kematian. Pertama, kata al-
maut (kematian) itu sendiri.
Kata ini dalam bentuk kata
benda diulang sebanyak 35
kali. Al-maut menunjuk pada
terlepasnya (berpisah) ruh
dari jasad manusia. Kepergian
ruh membuat badan tak
berdaya dan kemudian
hancur-lebur menjadi tanah.
Allah SWT berfirman,
"Darinya (tanah) itulah Kami
menciptakan kamu dan
kepadanyalah Kami akan
mengembalikan kamu, dan
dari sanalah Kami akan
mengeluarkan kamu pada
waktu yang lain." (QS Thaha
[20]: 55).
Kedua, kata al-wafah (wafat).
Kata ini dalam bentuk fi`il
diulang sebanyak 19 kali. Al-
Wafah memiliki beberapa
makna, antara lain sempurna
atau membayar secara tunai.
Jadi, orang mati dinamakan
wafat karena ia sesungguhnya
sudah sempurna dalam
menjalani hidup di dunia ini.
Oleh sebab itu, kita tak perlu
berkata, sekiranya tak ada
bencana alam si fulan tidak
akan mati.
Ketiga, kata al-ajal. Kata ini
dalam Alquran diulang
sebanyak 21 kali. Kata ajal
sering disamakan secara salah
kaprah dengan umur.
Sesungguhnya, ajal berbeda
dengan umur. Umur adalah
usia yang kita lalui, sedangkan
ajal adalah batas akhir dari
usia (perjalanan hidup
manusia) di dunia. Usia
bertambah setiap hari; ajal
tidak. (QS Al-A'raf [7]: 34).
Keempat, kata al-ruju' (raji').
Kata ini dalam bentuk subjek
diulang sebanyak empat kali,
dan mengandung makna
kembali atau pulang.
Kematian berarti perjalanan
pulang atau kembali kepada
asal, yaitu Allah SWT. Karena
itu, kalau ada berita
kematian, kita baiknya
membaca istirja', Inna Lillah
wa Inna Ilaihi Raji'un (QS Al-
Baqarah [2]: 156).
Sesungguhnya, kematian itu
sama dengan mudik, yaitu
perjalanan pulang ke
kampung kita yang
sebenarnya, yaitu negeri
akhirat. Mudik itu
menyenangkan. Dengan satu
syarat, yakni membawa bekal
yang cukup, berupa iman dan
amal saleh. "Barang siapa
mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya (dalam
perkenan dan rida-Nya),
hendaklah ia mengerjakan
amal saleh." (QS Al-Kahfi [18]:
110). Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar