"Tidak
ada satu amal
saleh yang lebih
dicintai oleh Allah melebihi
amal saleh yang dilakukan
pada hari-hari ini, (yaitu 10
hari pertama bulan Zulhijah),"
sabda Nabi SAW.
Para sahabat bertanya,
"Tidak pula jihad di jalan
Allah?" Rasulullah menjawab,
"Tidak pula jihad di jalan
Allah, kecuali orang yang
berangkat jihad dengan jiwa
dan hartanya, tetapi tak ada
yang kembali satu pun." (HR
Abu Daud, Ibnu Majah, at-
Tirmidzi, dan Ahmad).
"Ketahuilah, amalan di
sepuluh hari awal Zulhijah
akan dilipatgandakan," sabda
Nabi SAW dalam hadis
lainnya. Terlepas perbedaaan
pelaksanaaan Idul Adha 1431
H, ada baiknya kita alihkan
perhatian pada sesuatu yang
lebih utama, yaitu merebut
perhatian Allah SWT dengan
menghadirkan amalan-amalan
yang disukai-Nya.
Pertama, puasa. Dari istri
Hunaidah bin Kholid, beberapa
istri Nabi SAW mengatakan,
"Rasulullah biasa berpuasa
pada sembilan hari awal
Zulhijah, pada hari Asyura (10
Muharram), dan berpuasa tiga
hari setiap bulannya." Di
antara sahabat yang
mempraktikkan puasa selama
sembilan hari awal Zulhijah
adalah Ibnu Umar.
Kedua, memperbanyak takbir
dan zikir. Termasuk di
dalamnya membaca tasbih,
tahmid, tahlil, takbir, istigfar,
dan doa. Disunahkan untuk
mengeraskan suara ketika
melewati pasar, jalan-jalan,
masjid, dan tempat-tempat
lainnya.
Ibnu Abbas berkata,
"Berzikirlah kalian kepada
Allah pada hari-hari yang
ditentukan, yaitu 10 hari
pertama Zulhijah dan juga
pada hari-hari tasyrik." Ibnu
Umar dan Abu Hurairah
pernah ke pasar pada sepuluh
hari pertama Zulhijah, mereka
bertakbir, lantas manusia pun
ikut bertakbir.
Ketiga, menunaikan ibadah
haji dan umrah. Nabi SAW
ditanya, "Amalan apa yang
paling afdal?" Beliau
menjawab, "Beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya." Ada
yang bertanya lagi,
"Kemudian apa lagi?" Beliau
menjawab, "Jihad di jalan
Allah." Ada yang bertanya
kembali, "Kemudian apa
lagi?" Nabi SAW menjawab,
"Haji mabrur!" (HR Bukhari).
Keempat, memperbanyak
amalan saleh, seperti shalat
sunah, sedekah, membaca
Alquran, dan ber-amar
makruf nahi mungkar. Kelima,
berkurban. Pada hari nahr (10
Zulhijah) dan hari tasyrik
disunahkan untuk berkurban.
"Maka, dirikanlah shalat
karena Tuhanmu dan
berkurbanlah." (QS al-Kautsar
[108]: 2).
Keenam, bertobat. Jika kita
pernah berzina, membunuh
tanpa hak, mencandu
minuman (khamr), atau sering
meninggalkan shalat lima
waktu, segeralah bertobat.
"Katakanlah, 'Hai, hamba-
hamba-Ku yang malampaui
batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu
berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang'." (QS
az-Zumar [39]: 53).
Menurut Ibnu Katsir, ayat
yang mulia ini berisi seruan
kepada setiap orang yang
berbuat maksiat, baik
kekafiran maupun lainnya,
untuk segera bertobat kepada
Allah. Sang Khalik pun akan
mengampuni seluruh dosa
setiap hamba yang bertobat
walaupun dosanya sangat
banyak. Wallahu a'lam.
Selasa, 16 November 2010
Kendaraan Pembawa Amal Kebaikan
Rasulullah bersabda, "Kuda
itu ada tiga macam: menjadi
dosa bagi seseorang, menjadi
tameng bagi seseorang, dan
menjadi ganjaran bagi
seseorang. Pertama, adapun
kuda yang menjadi dosa bagi
seseorang adalah kuda yang
diikat dengan maksud pamer,
bermegah-megahan, dan
memusuhi penduduk Islam.
Kuda itu bagi pemiliknya
merupakan dosa."
"Kedua, adapun yang menjadi
tameng bagi seseorang adalah
kuda yang diikat pemiliknya
untuk berjuang di jalan Allah,
kemudian pemilik itu tidak
melupakan hak Allah yang
terdapat pada punggung dan
leher kuda. Kuda itu menjadi
tameng bagi pemiliknya
(penghalang dari api
neraka)."
"Ketiga, kuda yang menjadi
ganjaran bagi pemiliknya
adalah kuda yang diikat untuk
berjuang di jalan Allah dan
untuk penduduk Islam pada
tanah yang subur dan taman.
Maka, sesuatu yang dimakan
oleh kuda itu pada tanah
subur atau taman pasti dicatat
untuk pemiliknya sebagai
kebaikan sejumlah yang telah
dimakan oleh kuda, dan
dicatat pula kebaikan untuk
pemiliknya sejumlah kotoran
dan air kencingnya."
Hadis yang tercantum dalam
kitab Sahih Muslim (nomor
1647) itu menjelaskan bahwa
kendaraan yang dimiliki akan
menjadi dosa manakala dibeli
dan digunakan dengan tujuan
untuk pamer kekayaan dan
digunakan untuk maksiat.
Terlebih, uang untuk
membelinya hasil korupsi.
Pemilik kendaraan hendaknya
menyadari bahwa kendaraan
yang dimilikinya pada
hakikatnya milik Allah. Wajib
baginya untuk merawat dan
membayar zakatnya.
Sehingga, kendaraan yang
digunakannya itu nyaman
digunakan untuk bekerja dan
bersilaturahim. Dan, di akhirat
kelak menjadi tameng bagi
pemiliknya dari api neraka.
Selain itu, pemilik kendaraan
pun bisa memberikan
tumpangan kepada orang lain,
seperti saudara, tetangga, dan
teman sekantor. Sehingga,
kendaraan itu tak dibiarkan
melaju dengan kosong.
Kendaraan yang digunakan di
jalan Allah, baik bahan bakar
minyak, polusi, suara mesin,
maupun kecepatan yang
dikeluarkannya, akan berbuah
pahala bagi pemiliknya. Mari
mengatasi macet dengan
berbagi dan peduli. Wallahu
a'lam.
itu ada tiga macam: menjadi
dosa bagi seseorang, menjadi
tameng bagi seseorang, dan
menjadi ganjaran bagi
seseorang. Pertama, adapun
kuda yang menjadi dosa bagi
seseorang adalah kuda yang
diikat dengan maksud pamer,
bermegah-megahan, dan
memusuhi penduduk Islam.
Kuda itu bagi pemiliknya
merupakan dosa."
"Kedua, adapun yang menjadi
tameng bagi seseorang adalah
kuda yang diikat pemiliknya
untuk berjuang di jalan Allah,
kemudian pemilik itu tidak
melupakan hak Allah yang
terdapat pada punggung dan
leher kuda. Kuda itu menjadi
tameng bagi pemiliknya
(penghalang dari api
neraka)."
"Ketiga, kuda yang menjadi
ganjaran bagi pemiliknya
adalah kuda yang diikat untuk
berjuang di jalan Allah dan
untuk penduduk Islam pada
tanah yang subur dan taman.
Maka, sesuatu yang dimakan
oleh kuda itu pada tanah
subur atau taman pasti dicatat
untuk pemiliknya sebagai
kebaikan sejumlah yang telah
dimakan oleh kuda, dan
dicatat pula kebaikan untuk
pemiliknya sejumlah kotoran
dan air kencingnya."
Hadis yang tercantum dalam
kitab Sahih Muslim (nomor
1647) itu menjelaskan bahwa
kendaraan yang dimiliki akan
menjadi dosa manakala dibeli
dan digunakan dengan tujuan
untuk pamer kekayaan dan
digunakan untuk maksiat.
Terlebih, uang untuk
membelinya hasil korupsi.
Pemilik kendaraan hendaknya
menyadari bahwa kendaraan
yang dimilikinya pada
hakikatnya milik Allah. Wajib
baginya untuk merawat dan
membayar zakatnya.
Sehingga, kendaraan yang
digunakannya itu nyaman
digunakan untuk bekerja dan
bersilaturahim. Dan, di akhirat
kelak menjadi tameng bagi
pemiliknya dari api neraka.
Selain itu, pemilik kendaraan
pun bisa memberikan
tumpangan kepada orang lain,
seperti saudara, tetangga, dan
teman sekantor. Sehingga,
kendaraan itu tak dibiarkan
melaju dengan kosong.
Kendaraan yang digunakan di
jalan Allah, baik bahan bakar
minyak, polusi, suara mesin,
maupun kecepatan yang
dikeluarkannya, akan berbuah
pahala bagi pemiliknya. Mari
mengatasi macet dengan
berbagi dan peduli. Wallahu
a'lam.
Rabu, 10 November 2010
Ingatlah Saat Kematian Mu
Di
dunia ini, menurut al-Ghazali,
tak ada yang pasti, kecuali
kematian. Hanya kematian
yang pasti, lainnya tak ada
yang pasti. Namun, manusia
tak pernah siap menghadapi
maut dan cenderung lari
darinya. "Sesungguhnya,
kematian yang kamu lari
daripadanya, sesungguhnya
kematian itu akan menemui
kamu." (QS Al-Jumu'ah [62]:
8).
Bagi al-Ghazali, kematian
tidak bermakna tiadanya
hidup (nafi al-hayah), tetapi
perubahan keadaan
(taghayyur hal). Dengan
kematian, hidup bukan tidak
ada, melainkan
bertransformasi dalam
bentuknya yang lebih
sempurna. Diakui, banyak
orang semasa hidup mereka
tertidur (tak memiliki
kesadaran), tetapi justru
setelah kematian, meraka
bangun (hidup). "Al-Nas
niyam, fa idza matu intabihu,"
demikian kata Imam Ali.
Dalam Alquran, ada beberapa
istilah yang dipergunakan
Allah SWT untuk mengartikan
kematian. Pertama, kata al-
maut (kematian) itu sendiri.
Kata ini dalam bentuk kata
benda diulang sebanyak 35
kali. Al-maut menunjuk pada
terlepasnya (berpisah) ruh
dari jasad manusia. Kepergian
ruh membuat badan tak
berdaya dan kemudian
hancur-lebur menjadi tanah.
Allah SWT berfirman,
"Darinya (tanah) itulah Kami
menciptakan kamu dan
kepadanyalah Kami akan
mengembalikan kamu, dan
dari sanalah Kami akan
mengeluarkan kamu pada
waktu yang lain." (QS Thaha
[20]: 55).
Kedua, kata al-wafah (wafat).
Kata ini dalam bentuk fi`il
diulang sebanyak 19 kali. Al-
Wafah memiliki beberapa
makna, antara lain sempurna
atau membayar secara tunai.
Jadi, orang mati dinamakan
wafat karena ia sesungguhnya
sudah sempurna dalam
menjalani hidup di dunia ini.
Oleh sebab itu, kita tak perlu
berkata, sekiranya tak ada
bencana alam si fulan tidak
akan mati.
Ketiga, kata al-ajal. Kata ini
dalam Alquran diulang
sebanyak 21 kali. Kata ajal
sering disamakan secara salah
kaprah dengan umur.
Sesungguhnya, ajal berbeda
dengan umur. Umur adalah
usia yang kita lalui, sedangkan
ajal adalah batas akhir dari
usia (perjalanan hidup
manusia) di dunia. Usia
bertambah setiap hari; ajal
tidak. (QS Al-A'raf [7]: 34).
Keempat, kata al-ruju' (raji').
Kata ini dalam bentuk subjek
diulang sebanyak empat kali,
dan mengandung makna
kembali atau pulang.
Kematian berarti perjalanan
pulang atau kembali kepada
asal, yaitu Allah SWT. Karena
itu, kalau ada berita
kematian, kita baiknya
membaca istirja', Inna Lillah
wa Inna Ilaihi Raji'un (QS Al-
Baqarah [2]: 156).
Sesungguhnya, kematian itu
sama dengan mudik, yaitu
perjalanan pulang ke
kampung kita yang
sebenarnya, yaitu negeri
akhirat. Mudik itu
menyenangkan. Dengan satu
syarat, yakni membawa bekal
yang cukup, berupa iman dan
amal saleh. "Barang siapa
mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya (dalam
perkenan dan rida-Nya),
hendaklah ia mengerjakan
amal saleh." (QS Al-Kahfi [18]:
110). Wallahu a'lam.
dunia ini, menurut al-Ghazali,
tak ada yang pasti, kecuali
kematian. Hanya kematian
yang pasti, lainnya tak ada
yang pasti. Namun, manusia
tak pernah siap menghadapi
maut dan cenderung lari
darinya. "Sesungguhnya,
kematian yang kamu lari
daripadanya, sesungguhnya
kematian itu akan menemui
kamu." (QS Al-Jumu'ah [62]:
8).
Bagi al-Ghazali, kematian
tidak bermakna tiadanya
hidup (nafi al-hayah), tetapi
perubahan keadaan
(taghayyur hal). Dengan
kematian, hidup bukan tidak
ada, melainkan
bertransformasi dalam
bentuknya yang lebih
sempurna. Diakui, banyak
orang semasa hidup mereka
tertidur (tak memiliki
kesadaran), tetapi justru
setelah kematian, meraka
bangun (hidup). "Al-Nas
niyam, fa idza matu intabihu,"
demikian kata Imam Ali.
Dalam Alquran, ada beberapa
istilah yang dipergunakan
Allah SWT untuk mengartikan
kematian. Pertama, kata al-
maut (kematian) itu sendiri.
Kata ini dalam bentuk kata
benda diulang sebanyak 35
kali. Al-maut menunjuk pada
terlepasnya (berpisah) ruh
dari jasad manusia. Kepergian
ruh membuat badan tak
berdaya dan kemudian
hancur-lebur menjadi tanah.
Allah SWT berfirman,
"Darinya (tanah) itulah Kami
menciptakan kamu dan
kepadanyalah Kami akan
mengembalikan kamu, dan
dari sanalah Kami akan
mengeluarkan kamu pada
waktu yang lain." (QS Thaha
[20]: 55).
Kedua, kata al-wafah (wafat).
Kata ini dalam bentuk fi`il
diulang sebanyak 19 kali. Al-
Wafah memiliki beberapa
makna, antara lain sempurna
atau membayar secara tunai.
Jadi, orang mati dinamakan
wafat karena ia sesungguhnya
sudah sempurna dalam
menjalani hidup di dunia ini.
Oleh sebab itu, kita tak perlu
berkata, sekiranya tak ada
bencana alam si fulan tidak
akan mati.
Ketiga, kata al-ajal. Kata ini
dalam Alquran diulang
sebanyak 21 kali. Kata ajal
sering disamakan secara salah
kaprah dengan umur.
Sesungguhnya, ajal berbeda
dengan umur. Umur adalah
usia yang kita lalui, sedangkan
ajal adalah batas akhir dari
usia (perjalanan hidup
manusia) di dunia. Usia
bertambah setiap hari; ajal
tidak. (QS Al-A'raf [7]: 34).
Keempat, kata al-ruju' (raji').
Kata ini dalam bentuk subjek
diulang sebanyak empat kali,
dan mengandung makna
kembali atau pulang.
Kematian berarti perjalanan
pulang atau kembali kepada
asal, yaitu Allah SWT. Karena
itu, kalau ada berita
kematian, kita baiknya
membaca istirja', Inna Lillah
wa Inna Ilaihi Raji'un (QS Al-
Baqarah [2]: 156).
Sesungguhnya, kematian itu
sama dengan mudik, yaitu
perjalanan pulang ke
kampung kita yang
sebenarnya, yaitu negeri
akhirat. Mudik itu
menyenangkan. Dengan satu
syarat, yakni membawa bekal
yang cukup, berupa iman dan
amal saleh. "Barang siapa
mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya (dalam
perkenan dan rida-Nya),
hendaklah ia mengerjakan
amal saleh." (QS Al-Kahfi [18]:
110). Wallahu a'lam.
Kamis, 04 November 2010
Mengenal Masjid Tempat Rasulullah Memimpin Pasukan Khandaq
Sebelum
peperangan
melawan kaum kafir Quraisy
di daerah Khandaq ini, umat
Islam sangat khawatir
menghadapi mereka.
Pasalnya, jumlah pasukan
Quraisy dan sekutunya
mencapai sekitar 10 ribu
orang. Sementara itu, dari
kalangan umat Islam, hanya
sebanyak empat ribu orang.
Sebuah peperangan yang tidak
seimbang. Hal ini merupakan
ujian yang sangat berat bagi
kaum Muslimin.
Dalam Alquran, Allah SWT
menjelaskan, beratnya kondisi
yang dihadapi umat Islam.
"Hai orang-orang yang
beriman, ingatlah akan nikmat
Allah (yang telah
dikaruniakan) padamu ketika
datang kepada tentara-
tentara kepadamu. Lalu Kami
kirimkan kepada mereka
angin topan dan tentara yang
tidak dapat kamu melihatnya.
Dan Allah Maha Melihat akan
apa yang kami kerjakan.
(Yaitu) ketika mereka datang
kepadamu dari atas dan
bawah. Dan ketika tidak tetap
lagi penglihatan (mu) dan
hatimu naik menyesak sampai
tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah
dengan bermacammacam
prasangka. Disitulah diuji
orang-orang mukmin dan
digoncangkan (hatinya)
dengan goncangan yang
sangat (berat)." (QS Al-Ahzab
[33]: 9-11).
Bahkan, saat penggalian parit,
Rasul SAW turun tangan untuk
membantu kaum Muslimin.
Tak hanya pekerjaan untuk
menyelesaikan galian parit
yang mencapai lebih dari lima
kilometer itu, tetapi juga
karena minimnya bekal
makanan.
Abu Thalhah meriwayatkan,
saat penggalian itu, kaum
Muslimin terpaksa mengganjal
perut mereka dengan
beberapa buah batu. "Ketika
kami mengeluh kelaparan
kepada Rasulullah, kami
berjalan sambil mengganjal
perut dengan beberapa buah
batu. Dan kami menyaksikan
Rasulullah juga mengganjal
perutnya dengan dua buah
batu."
Diriwayatkan dari Jabir bin
Abdullah, ia berkata; "Ketika
kami sedang menggali parit
pada Perang Khandaq, kami
menemukan tanah yang
keras, maka mereka
mengadukan kepada Rasul,
kemudian Rasul menjawab;
"Biarlah aku sendiri yang
mencangkulnya." Kemudian
Rasul mencangkulnya, dan
akhirnya tanah yang keras itu
berubah menjadi lunak
bagaikan onggokan
pasir." (HR Bukhari).
Ungkapan serupa juga
diriwayatkan Imam Baihaqi
dari Al-Barra bin Azib Al-
Anshariy RA. "Pada saat kaum
Muslimin menggali parit,
mereka melihat sebuah batu
besar yang tidak dapat
dipecahkan dengan cangkul
atau beliung mereka. Mereka
memberitahukan hal itu
kepada Rasulullah SAW.
Dengan tiga kali ayunan
beliung Rasul, batu besar itu
hancur berkeping-keping."
Maka, ketika penggalian parit
selesai, beberapa hari
kemudian, datanglah pasukan
kafir Quraisy. Menyaksikan
jumlahnya yang demikian
besar, Rasul SAW berdoa agar
Allah membantu perjuangan
kaum Muslimin. Doa beliau itu
dipanjatkan saat berada di
Masjid Fatah. Beliau berdoa
selama tiga hari berturut-
turut. Dan akhirnya,
peperangan ini berhasil
dimenangkan kaum Muslimin
atas bantuan Allah yang
mengirimkan tentara Malaikat
yang tak terlihat.
Dinamakan dengan Masjid
Fatah disebabkan umat Islam
memperoleh kemenangan. Al-
Fatah berarti kemenangan.
Masjid ini berada di atas bukit
Sila (Sal'a). Bukit ini disebut
juga dengan nama Jabal as-
Sila'.(republika.co.id)
peperangan
melawan kaum kafir Quraisy
di daerah Khandaq ini, umat
Islam sangat khawatir
menghadapi mereka.
Pasalnya, jumlah pasukan
Quraisy dan sekutunya
mencapai sekitar 10 ribu
orang. Sementara itu, dari
kalangan umat Islam, hanya
sebanyak empat ribu orang.
Sebuah peperangan yang tidak
seimbang. Hal ini merupakan
ujian yang sangat berat bagi
kaum Muslimin.
Dalam Alquran, Allah SWT
menjelaskan, beratnya kondisi
yang dihadapi umat Islam.
"Hai orang-orang yang
beriman, ingatlah akan nikmat
Allah (yang telah
dikaruniakan) padamu ketika
datang kepada tentara-
tentara kepadamu. Lalu Kami
kirimkan kepada mereka
angin topan dan tentara yang
tidak dapat kamu melihatnya.
Dan Allah Maha Melihat akan
apa yang kami kerjakan.
(Yaitu) ketika mereka datang
kepadamu dari atas dan
bawah. Dan ketika tidak tetap
lagi penglihatan (mu) dan
hatimu naik menyesak sampai
tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah
dengan bermacammacam
prasangka. Disitulah diuji
orang-orang mukmin dan
digoncangkan (hatinya)
dengan goncangan yang
sangat (berat)." (QS Al-Ahzab
[33]: 9-11).
Bahkan, saat penggalian parit,
Rasul SAW turun tangan untuk
membantu kaum Muslimin.
Tak hanya pekerjaan untuk
menyelesaikan galian parit
yang mencapai lebih dari lima
kilometer itu, tetapi juga
karena minimnya bekal
makanan.
Abu Thalhah meriwayatkan,
saat penggalian itu, kaum
Muslimin terpaksa mengganjal
perut mereka dengan
beberapa buah batu. "Ketika
kami mengeluh kelaparan
kepada Rasulullah, kami
berjalan sambil mengganjal
perut dengan beberapa buah
batu. Dan kami menyaksikan
Rasulullah juga mengganjal
perutnya dengan dua buah
batu."
Diriwayatkan dari Jabir bin
Abdullah, ia berkata; "Ketika
kami sedang menggali parit
pada Perang Khandaq, kami
menemukan tanah yang
keras, maka mereka
mengadukan kepada Rasul,
kemudian Rasul menjawab;
"Biarlah aku sendiri yang
mencangkulnya." Kemudian
Rasul mencangkulnya, dan
akhirnya tanah yang keras itu
berubah menjadi lunak
bagaikan onggokan
pasir." (HR Bukhari).
Ungkapan serupa juga
diriwayatkan Imam Baihaqi
dari Al-Barra bin Azib Al-
Anshariy RA. "Pada saat kaum
Muslimin menggali parit,
mereka melihat sebuah batu
besar yang tidak dapat
dipecahkan dengan cangkul
atau beliung mereka. Mereka
memberitahukan hal itu
kepada Rasulullah SAW.
Dengan tiga kali ayunan
beliung Rasul, batu besar itu
hancur berkeping-keping."
Maka, ketika penggalian parit
selesai, beberapa hari
kemudian, datanglah pasukan
kafir Quraisy. Menyaksikan
jumlahnya yang demikian
besar, Rasul SAW berdoa agar
Allah membantu perjuangan
kaum Muslimin. Doa beliau itu
dipanjatkan saat berada di
Masjid Fatah. Beliau berdoa
selama tiga hari berturut-
turut. Dan akhirnya,
peperangan ini berhasil
dimenangkan kaum Muslimin
atas bantuan Allah yang
mengirimkan tentara Malaikat
yang tak terlihat.
Dinamakan dengan Masjid
Fatah disebabkan umat Islam
memperoleh kemenangan. Al-
Fatah berarti kemenangan.
Masjid ini berada di atas bukit
Sila (Sal'a). Bukit ini disebut
juga dengan nama Jabal as-
Sila'.(republika.co.id)
Rabu, 03 November 2010
Akhirat 1 Menit 49 Detik
Lebih dari empat miliar tahun
planet bumi diciptakan
beserta sumber dayanya, tak
lain adalah untuk
memfasilitasi hidup manusia.
Pada hakikatnya, manusia
adalah makhluk nomaden
yang berasal dari alam azali,
berpindah ke alam rahim, lalu
lahir ke alam dunia.
Selanjutnya, diantarkan ke
alam barzakh dengan tempat
pemberhentian di alam
akhirat.
Sesungguhnya, batas waktu
(time limit) khalifah di bumi
ini sangat singkat. Ia laksana
seorang pengembara yang
mampir untuk sekadar minum.
Begitulah Rasullullah SAW
menggambarkan kehidupan
manusia di dunia.
Setiap bayi yang lahir di alam
fana ini tidak punya pilihan
untuk hidup, kecuali dengan
dua buah kitab, yakni kitab
catatan perbuatan baik (sijjin)
dan perbuatan buruk (illiyin).
Itulah yang akan
menyertainya sampai akhirat
nanti. Ditambah lagi, dengan
amanah Allah yang khusus
diberikan kepada manusia,
yakni shalat.
Suatu ketika sahabat melihat
Ali bin Abi Thalib RA ketika
berwudhu. Kulitnya tampak
berwarna kuning, dan
badannya gemetar ketika
shalat. Sahabat lain yang
menyaksikannya kemudian
bertanya kepada menantu
Rasullullah itu. "Wahai Ali,
mengapa engkau kelihatan
seperti tidak sehat ketika
berwudhu dan shalat?" Ali
menjawab; "Bagaimana aku
tidak gemetar, jika gunung,
pohon, dan makhluk lainnya
saja, tidak sanggup
memegang amanah Allah ini."
Hidup di dunia sangatlah
singkat, tak sebanding dengan
kehidupan di akhirat. "Para
malaikat dan Jibril naik
menghadap Allah, dalam
sehari setara dengan 50 ribu
tahun." (QS Al-Maarij [70]: 4).
Berarti, waktu sehari di
akhirat sama dengan 50 ribu
tahun di dunia. Bila
dikonversikan dengan umur
manusia berdasarkan usia
Rasullullah SAW (63 tahun),
maka kehidupan manusia
setara dengan 1 menit 49
detik di akhirat. Suatu waktu
yang sangat singkat. Oleh
karena itu, berhitunglah!
Wallahu a'lam.
planet bumi diciptakan
beserta sumber dayanya, tak
lain adalah untuk
memfasilitasi hidup manusia.
Pada hakikatnya, manusia
adalah makhluk nomaden
yang berasal dari alam azali,
berpindah ke alam rahim, lalu
lahir ke alam dunia.
Selanjutnya, diantarkan ke
alam barzakh dengan tempat
pemberhentian di alam
akhirat.
Sesungguhnya, batas waktu
(time limit) khalifah di bumi
ini sangat singkat. Ia laksana
seorang pengembara yang
mampir untuk sekadar minum.
Begitulah Rasullullah SAW
menggambarkan kehidupan
manusia di dunia.
Setiap bayi yang lahir di alam
fana ini tidak punya pilihan
untuk hidup, kecuali dengan
dua buah kitab, yakni kitab
catatan perbuatan baik (sijjin)
dan perbuatan buruk (illiyin).
Itulah yang akan
menyertainya sampai akhirat
nanti. Ditambah lagi, dengan
amanah Allah yang khusus
diberikan kepada manusia,
yakni shalat.
Suatu ketika sahabat melihat
Ali bin Abi Thalib RA ketika
berwudhu. Kulitnya tampak
berwarna kuning, dan
badannya gemetar ketika
shalat. Sahabat lain yang
menyaksikannya kemudian
bertanya kepada menantu
Rasullullah itu. "Wahai Ali,
mengapa engkau kelihatan
seperti tidak sehat ketika
berwudhu dan shalat?" Ali
menjawab; "Bagaimana aku
tidak gemetar, jika gunung,
pohon, dan makhluk lainnya
saja, tidak sanggup
memegang amanah Allah ini."
Hidup di dunia sangatlah
singkat, tak sebanding dengan
kehidupan di akhirat. "Para
malaikat dan Jibril naik
menghadap Allah, dalam
sehari setara dengan 50 ribu
tahun." (QS Al-Maarij [70]: 4).
Berarti, waktu sehari di
akhirat sama dengan 50 ribu
tahun di dunia. Bila
dikonversikan dengan umur
manusia berdasarkan usia
Rasullullah SAW (63 tahun),
maka kehidupan manusia
setara dengan 1 menit 49
detik di akhirat. Suatu waktu
yang sangat singkat. Oleh
karena itu, berhitunglah!
Wallahu a'lam.
Langganan:
Komentar (Atom)