Sebenarnya alam memberikan
berbagai pelajaran buat kita,
kita adalah sebongkah batu,
kondisi lapuk, berlumut, dan
rapuh, adalah kondisi kita
yang tidak mampu melawan
cobaan. Pukulan, godam,
gesekan gerinda, percikan api,
polesan ampelas adalah
gambaran dari cobaan yang
datang untuk menempa kita
Terkadang kita menolak
cobaan yang datang, tetapi
sebenarnya cobaan tersebut
adalah sarana yang datang
dari sang pencipta untuk
membentuk kepribadian kita
sehingga kita bisa terlihat
bersinar
Sekarang kita pikirkan,
dimanakah posisi kita? Apakah
kita seonggok batu yang tidak
berharga? Ataukah kita
seonggok batu yang sedang
mengalami proses menjadi
sebuah batu penghias cincin
yang memiliki nilai yang
mahal?
Sabtu, 21 Agustus 2010
cangkir yang cantik
Seperti inilah Tuhan
membentuk kita, pada saat
Tuhan membentuk kita,
tidaklah menyenangkan, sakit,
penuh penderitaan, dan
banyak air mata, tetapi inilah
satu – satunya bagi-Nya untuk
mengubah kita supaya
menjadi cantik dan
memancarkan kemuliaan-Nya
Anggaaplah sebagai suatu
kebahagiaan apabila kamu
jatuh ke dalam berbagai
percobaan , sebab anda tahu
bahwa ujian terhadap kita
menghasilkan ketekunan, dan
biarkanlah ketekunan iut
memperoleh buah yang
matang supaya anda menjadi
sempurna dan utuh dan tak
kurang dari kekurangan suatu
apapun
Apabila anda sedang
menghadapi ujian hidup,
jangan kecil hati, karena dia
sedang membentuk anda,
bentukan – bentukan ini
memang menyakitkan tetapi
setelah semua proses itu
selesai, anda akan melihat
betapa cantiknya Tuhan
membentuk anda
membentuk kita, pada saat
Tuhan membentuk kita,
tidaklah menyenangkan, sakit,
penuh penderitaan, dan
banyak air mata, tetapi inilah
satu – satunya bagi-Nya untuk
mengubah kita supaya
menjadi cantik dan
memancarkan kemuliaan-Nya
Anggaaplah sebagai suatu
kebahagiaan apabila kamu
jatuh ke dalam berbagai
percobaan , sebab anda tahu
bahwa ujian terhadap kita
menghasilkan ketekunan, dan
biarkanlah ketekunan iut
memperoleh buah yang
matang supaya anda menjadi
sempurna dan utuh dan tak
kurang dari kekurangan suatu
apapun
Apabila anda sedang
menghadapi ujian hidup,
jangan kecil hati, karena dia
sedang membentuk anda,
bentukan – bentukan ini
memang menyakitkan tetapi
setelah semua proses itu
selesai, anda akan melihat
betapa cantiknya Tuhan
membentuk anda
gema......kehidupan
Seorang bocah mengisi waktu
luang dengan kegiatan
mendaki gunung bersama
ayahnya. Entah mengapa,
tiba-tiba si bocah kesandung
akar pohon dan jatuh.
"Aduhhhhh!" jeritannya
memecah keheningan suasana
pegunungan. Si bocah amat
terkejut, ketika ia
mendengar suara di kejauhan
menirukan teriakannya
persis sama, "Aduhhhhh!"
Dasar anak-anak, ia berteriak
lagi, "Hei! Siapa kau?"
Jawaban yang terdengar, "Hei!
Siapa kau?" Lantaran
kesal mengetahui suaranya
selalu ditirukan, si anak
berseru, "Pengecut kamu!"
Lagi-lagi ia terkejut ketika
suara dari sana membalasnya
dengan umpatan serupa. Ia
bertanya kepada sang ayah,
"Apa yang terjadi?"
Dengan penuh kearifan sang
ayah tersenyum, "Anakku,
coba perhatikan." Lelaki
paruh baya itu berkata keras,
"Saya kagum padamu!" Suara
di kejauhan menjawab, "Saya
kagum padamu!" Sekali lagi
sang ayah berteriak "Kamu
sang juara!" Suara itu
menjawab, "Kamu sang
juara!"
Sang bocah sangat keheranan,
meski demikian ia tetap
belum mengerti. Lalu sang
ayah menjelaskan, "Suara itu
adalah GEMA, tapi
sesungguhnya itulah
KEHIDUPAN."
Kehidupan memberi umpan
balik atas segala ucapan dan
tindakanmu. Dengan kata lain,
kehidupan kita adalah
sebuah pantulan atau
bayangan atas tindakan kita.
Bila
kamu ingin mendapatkan lebih
banyak cinta di dunia
ini, ya ciptakan cinta di dalam
hatimu. Bila kamu
menginginkan tim kerjamu
punya kemampuan tinggi, ya
tingkatkan kemampuan itu.
Hidup akan memberikan
kembali segala sesuatu yang
telah kau berikan
kepadanya. Ingat, hidup bukan
sebuah kebetulan tapi
sebuah bayangan dirimu.
luang dengan kegiatan
mendaki gunung bersama
ayahnya. Entah mengapa,
tiba-tiba si bocah kesandung
akar pohon dan jatuh.
"Aduhhhhh!" jeritannya
memecah keheningan suasana
pegunungan. Si bocah amat
terkejut, ketika ia
mendengar suara di kejauhan
menirukan teriakannya
persis sama, "Aduhhhhh!"
Dasar anak-anak, ia berteriak
lagi, "Hei! Siapa kau?"
Jawaban yang terdengar, "Hei!
Siapa kau?" Lantaran
kesal mengetahui suaranya
selalu ditirukan, si anak
berseru, "Pengecut kamu!"
Lagi-lagi ia terkejut ketika
suara dari sana membalasnya
dengan umpatan serupa. Ia
bertanya kepada sang ayah,
"Apa yang terjadi?"
Dengan penuh kearifan sang
ayah tersenyum, "Anakku,
coba perhatikan." Lelaki
paruh baya itu berkata keras,
"Saya kagum padamu!" Suara
di kejauhan menjawab, "Saya
kagum padamu!" Sekali lagi
sang ayah berteriak "Kamu
sang juara!" Suara itu
menjawab, "Kamu sang
juara!"
Sang bocah sangat keheranan,
meski demikian ia tetap
belum mengerti. Lalu sang
ayah menjelaskan, "Suara itu
adalah GEMA, tapi
sesungguhnya itulah
KEHIDUPAN."
Kehidupan memberi umpan
balik atas segala ucapan dan
tindakanmu. Dengan kata lain,
kehidupan kita adalah
sebuah pantulan atau
bayangan atas tindakan kita.
Bila
kamu ingin mendapatkan lebih
banyak cinta di dunia
ini, ya ciptakan cinta di dalam
hatimu. Bila kamu
menginginkan tim kerjamu
punya kemampuan tinggi, ya
tingkatkan kemampuan itu.
Hidup akan memberikan
kembali segala sesuatu yang
telah kau berikan
kepadanya. Ingat, hidup bukan
sebuah kebetulan tapi
sebuah bayangan dirimu.
Jumat, 20 Agustus 2010
Cinta dan Keakraban Ilahi
Keakraban adalah
kebersamaan yang dicapai
dengan cinta. Begitu
banyaknya kesamaan diri kita
dengan Allah sehingga kita
akan merasakan begitu dekat
dengan-Nya. Diri kita memang
tidak bisa dipisahkan dengan-
Nya karena kita semua
berasal dari-Nya, Inna lillahi
wa inna ilaihi raji'un.
Seperti laut dan
gelombangnya, lampu dan
cahayanya, api dan panasnya;
berbeda tetapi tidak dapat
dipisahkan. Allah dan
makhluk-Nya, berbeda tetapi
tak bisa dipisahkan. Kita tidak
bisa mengatakan bahwa laut
sama dengan gelombang,
lampu sama dengan cahaya,
atau api sama dengan bara,
demikian pula kita tidak bisa
mengatakan bahwa makhluk
sama dengan Khaliq.
Lautan cinta pada diri
seseorang akan mengimbas
pada seluruh ruang. Jika cinta
sudah terpatri dalam seluruh
jaringan badan kita maka
vibrasinya akan menghapus
semua kebencian. Sebagai
manifestasinya dalam
kehidupan, begitu bertemu
dengan seseorang, ia
tersenyumm, sebagai
ungkapan dan tanda rasa
cinta.
Nikmat sekali bermesraan
dengan Allah SWT. Kadang
tidak terasa air mata meleleh.
Air mata kerinduan dan air
mata tobat inilah yang kelak
akan memadamkan api
neraka. Air mata cinta akan
memutihkan noda-noda hitam
dan menjadikannya suci.
Cinta tidak bisa diterangkan,
hanya bisa dirasakan.
Terkadang terasa tidak cukup
kosakata yang tersedia untuk
menggambarkan bagaimana
nikmatnya cinta. Kosakata
yang tersedia didominasi oleh
kebutuhan fisik sehingga
untuk mencari kata yang bisa
memfasilitasi keinginan rohani
tidak cukup.
Terminologi dan kota kata
yang tersedia lebih banyak
berkonotasi cinta kepada fisik
materi, tetapi terlalu sedikit
kosa kata cinta secara
spiritual. Mungkin itulah
sebabnya mengapa Allah Swt
memilih bahasa Arab sebagai
bahasa Al-Qur'an karena kosa
kata spiritualnya lebih kaya.
Kosa kata cinta dalam Al-
Qur'an menurut ulama tafsir
ada 14 kosa kata, mulai dari
cinta monyet sampai kepada
cinta Ilahi.
Cinta Allah bersifat primer,
sementara cinta hamba
sekunder. Primer itu inti,
substansi. Yang sekunder itu
tidak substansial. Pemilik cinta
sesungguhnya hanya Allah
SWT. Hakikat cinta yang
sesungguhnya adalah
unconditional love (cinta
tanpa syarat). Tanpa pamrih
ini cinta primer. Ini berbeda
dengan cinta kita yang
memiliki kepentingan.
Ketika sebelum kawin, masya
Allah, kita sampai kehabisan
kata-kata melukiskan
kebaikan pujaan kita. Akan
tetapi sesudah kawin, kata-
kata paling kasar pun tak
jarang kita lontarkan.
Unconditional love pernah
ditunjukan Rasulullah
Muhammad SAW ketika
dilempari batu sampai
tumitnya berdarah-darah oleh
orang Thaif. Rasul hanya
tersenyum. "Aduh umatku,
seandainya engkau tahu visi
misi yang kubawa, engkau
pasti tidak akan melakukan
ini", demikian bisiknya,.
Bahkan ketika datang
malaikat penjaga gunung
Thaif menawarkan bantuan
untuk membalas perbuatan
orang Thaif itu, Nabi berucap,
"Terima kasih. Allah lebih
kuasa daripada makhluk.
Jangan diapa-apakan. Mereka
hanya tidak tahu. Kelak kalau
mereka sadar, mereka akan
mencintai saya".
Nabi Nuh AS pernah menyesal
sejadi-jadinya kenapa ia
pernah mendoakan umatnya
binasa. 950 tahun ia
berdakwah mengajak
kaumnya ke jalan Allah,
namun hanya segelintir yang
mengikuti ajakannya. Yang
lainnya ingkar sehingga Nabi
Nuh berdoa kepada Allah
agar dikirimkan bencana
kepada kaumnya yang ingkar
itu. Maka datanglah banjir
besar yang menenggelamkan
mereka, sedangkan Nuh dan
para pengikutnya sudah
mempersiapkan diri dengan
membuat perahu.
Ada sebuah ungkapan dari
ahli hakekat: "Kalau cinta
sudah meliputi, maka tak ada
lagi ruang kebencian di dalam
diri seseorang. Sejelek apapun
dan kasarnya orang lain, ia
tak akan membalas dengan
kejelekan."
Banyak ulama besar kita telah
mencapai tingkatan itu. Imam
Syafi'i pernah "dikerjai" oleh
seorang tukang jahit saat
memesan pembuatan baju.
Lengan kanan baju itu lebih
besar/longgar dibanding
lengan kirinya yang kecil dan
sempit. Imam Syafi'i bukannya
komplain dan marah kepada
tukang jahit itu, malah
berterima kasih.
Kata Imam Syafi'i, "Kebetulan,
saya suka menulis dan lengan
yang lebih longgar ini
memudahkan saya untuk
menulis sebab lebih leluasa
bergerak".
Indah hidup ini kalau tidak ada
benci. Ini bukan berarti kita
harus menahan marah. Yang
kita lakukan adalah
bagaimana menjadikan diri ini
penuh cinta sehingga potensi
kemarahan kita berkurang.
Kita punya hak untuk marah,
dan itu harus diungkapkan
dengan proporsional.
Jangan karena makanan
sedikit kurang enak lalu
marah. Istri salah sedikit
marah. Banyak hal yang
membuat kita marah. Akan
tetapi, selesaikah persoalan
dengan marah?
Semakin meningkat kadar
cinta maka semakin mesra
pula belaian Allah SWT.
Bagaimanakah nikmatnya
belaian Allah SWT?
Bayangkanlah seorang bayi
yang dibelai ibunya.
Tersenyum, dan sekelilingnya
menggoda. Itu baru belaian
makhluk. Apalagi belaian
Sang Pencipta.
Kita pun akan semakin akrab
dengan Allah, dan semakin
tipis garis pembatas alam gaib
di hadapan kita sehingga
semua rahasia akan terkuak
dan semakin banyak keajaiban
yang kita lihat. Seperti
sepasang kekasih yang saling
mencintai, masih adakah
rahasia antara keduanya?
Ruh sifatnya tinggi dan
cenderung dekat dengan
Allah. Raga sifatnya rendah
dan jauh dari Allah. Ruh itu
terang, sedangkan raga gelap.
Para sufi mengungkapkan,
"Wahai raga, sibukkan dirimu
dengan shalat dan puasa.
Wahai kalbu, sibukkan dirimu
dengan bisikan munajat
kepada Allah. Wahai raga,
ungkapkan iyyka na'budu.
Wahai kalbu, ungkapkan iyyka
nasta'în."
Ta'abbud mendaki ke atas,
sedangkan isti'nah turun ke
bawah. Yang melakukan
ta'abbud adalah hamba,
sedangkan isti'nah adalah
Tuhan. Siapa yang naik akan
memancing yang di atas untuk
turun menyambut. Kalau tidak
pernah naik, jangan harap
akan ada yang turun.
Indah perjumpaan itu.
Ada ketakutan dan ada
harapan. Kadang kita takut
kepada Allah, tetapi juga kita
berharap. Ada al-khasya dan
ada al-raja'. Di balik
ketakutan sehabis berdosa
ada harapan bahwa kita akan
diampuni, ada keinginan
bersama Allah kembali. Maka
lahirlah tobat. Seperti pendaki
gunung yang tak pernah
bosan, naik ke atas,
terperosok ke bawah, naik
lagi, terperosok, dan naik lagi.
Semakin tinggi pendakian itu
semakin licin dan sulit.
Begitulah cobaan bagi
manusia. Semakin tinggi
kedudukan seseorang maka
cobaannya semakin berat.
Namun, cobaan itu jangan
membuat kita putus asa. Jika
kita terus mendaki, pasti kita
akan sampai ke puncak.
Ada ketakjuban dan ada
keakraban. Ketakjuban itu
ada jarak. Untuk mengagumi
suatu objek, kita harus
mengambil jarak dari objek
itu. Indahnya sebuah lukisan
hanya akan terasa jika kita
agak jauh dari lukisan itu.
Keakraban itu tidak ada jarak,
atau sangat dekat sekali.
Inilah kita dengan Tuhan.
Akrab tetapi takjub.
Ada pemusatan dan ada
penyebaran. Allah Maha Esa.
Kita fokus ke situ. Akan
tetapi, apa yang dilihat
pancaindera itu beragam dan
beraneka. Namun, semuanya
terhubungkan dengan Allah.
Warna-warni yang kita lihat di
alam semesta ini sumbernya
satu, Allah Yang Esa.
Ada kehadiran dan ada
ketiadaan. Ini lebih menukik.
Satu sisi kita merasakan Allah
hadir dalam diri kita, di sisi
lain hampa. Kadang kita
kosong, kadang penuh.
Kadang Dia muncul, kadang
tiada. Dia adalah Mahaada,
meski tak terlihat. Dan yang
terlihat ini sebetulnya adalah
manifestasi dari Yang Ada.
Ketiadaan di sini bukan berarti
menafikan.
Ada kemabukan dan ada
kewarasan. Yang bisa
memabukkan bukan hanya
alkohol dan narkoba. Ada
mabuk positif dan ada mabuk
negatif. Mabuk bagi seorang
sufi adalah supersadar (di atas
kesadaran). Kesadaran seperti
ini susah dijelaskan. Ketika
kita sedang bermesraan
dengan Allah, menangis di
atas sajadah, terisak-isak,
orang lain mungkin melihat
kita sedang tidak sadar. Akan
tetapi, sebenarnya kita sangat
sadar, bahkan kita sedang
berada di puncak bersama
Allah.
Ketika mencintai seseorang
saja kita bisa mabuk,
begadang semalaman,
membuat surat, dan lain-lain.
Berkhayal, berimajinasi,
membayangkan si dia hadir
bersama kita. Bagaimana
mabuknya kalau kita
mencintai Allah?
Seorang sufi yang sedang
mabuk kepada Allah, suka
mengungkapkan ucapan-
ucapan yang terdengar aneh
di mata orang lain
(syathahat). Misalnya "tak ada
di dalam jubahku ini selain
Allah". Berarti dalam jubah
itu ada dua sosok yang
bergumul menjadi satu,
hamba dan Tuhan. Atau
ungkapan subhnî subhnî
(Maha Suci aku). Aku adalah
Allah, Allah adalah aku.
Aku ini siapa? Tak ada. Yang
ada hanyalah Allah. Hanya
Allahlah yang wujud. Selain itu
hanya efek dari yang wujud.
Ada penafian dan ada
penetapan. Kadang kita ragu,
benarkah yang datang di
dalam kalbu ini Allah? Jangan-
jangan bukan, tetapi hanya
imajinasi saja. Di sini terjadi
pertentangan antara rasio dan
rasa. Maka untuk
meyakinkannya, kecilkan rasio
dan besarkan rasa. Yakinilah
bahwa kita telah mendaki,
dan kita sudah sampai puncak.
Maka yang kita jumpai
pastilah Allah. Maka akan ada
penampakan. Dan segala
rahasia gaib pun tersibak.
kebersamaan yang dicapai
dengan cinta. Begitu
banyaknya kesamaan diri kita
dengan Allah sehingga kita
akan merasakan begitu dekat
dengan-Nya. Diri kita memang
tidak bisa dipisahkan dengan-
Nya karena kita semua
berasal dari-Nya, Inna lillahi
wa inna ilaihi raji'un.
Seperti laut dan
gelombangnya, lampu dan
cahayanya, api dan panasnya;
berbeda tetapi tidak dapat
dipisahkan. Allah dan
makhluk-Nya, berbeda tetapi
tak bisa dipisahkan. Kita tidak
bisa mengatakan bahwa laut
sama dengan gelombang,
lampu sama dengan cahaya,
atau api sama dengan bara,
demikian pula kita tidak bisa
mengatakan bahwa makhluk
sama dengan Khaliq.
Lautan cinta pada diri
seseorang akan mengimbas
pada seluruh ruang. Jika cinta
sudah terpatri dalam seluruh
jaringan badan kita maka
vibrasinya akan menghapus
semua kebencian. Sebagai
manifestasinya dalam
kehidupan, begitu bertemu
dengan seseorang, ia
tersenyumm, sebagai
ungkapan dan tanda rasa
cinta.
Nikmat sekali bermesraan
dengan Allah SWT. Kadang
tidak terasa air mata meleleh.
Air mata kerinduan dan air
mata tobat inilah yang kelak
akan memadamkan api
neraka. Air mata cinta akan
memutihkan noda-noda hitam
dan menjadikannya suci.
Cinta tidak bisa diterangkan,
hanya bisa dirasakan.
Terkadang terasa tidak cukup
kosakata yang tersedia untuk
menggambarkan bagaimana
nikmatnya cinta. Kosakata
yang tersedia didominasi oleh
kebutuhan fisik sehingga
untuk mencari kata yang bisa
memfasilitasi keinginan rohani
tidak cukup.
Terminologi dan kota kata
yang tersedia lebih banyak
berkonotasi cinta kepada fisik
materi, tetapi terlalu sedikit
kosa kata cinta secara
spiritual. Mungkin itulah
sebabnya mengapa Allah Swt
memilih bahasa Arab sebagai
bahasa Al-Qur'an karena kosa
kata spiritualnya lebih kaya.
Kosa kata cinta dalam Al-
Qur'an menurut ulama tafsir
ada 14 kosa kata, mulai dari
cinta monyet sampai kepada
cinta Ilahi.
Cinta Allah bersifat primer,
sementara cinta hamba
sekunder. Primer itu inti,
substansi. Yang sekunder itu
tidak substansial. Pemilik cinta
sesungguhnya hanya Allah
SWT. Hakikat cinta yang
sesungguhnya adalah
unconditional love (cinta
tanpa syarat). Tanpa pamrih
ini cinta primer. Ini berbeda
dengan cinta kita yang
memiliki kepentingan.
Ketika sebelum kawin, masya
Allah, kita sampai kehabisan
kata-kata melukiskan
kebaikan pujaan kita. Akan
tetapi sesudah kawin, kata-
kata paling kasar pun tak
jarang kita lontarkan.
Unconditional love pernah
ditunjukan Rasulullah
Muhammad SAW ketika
dilempari batu sampai
tumitnya berdarah-darah oleh
orang Thaif. Rasul hanya
tersenyum. "Aduh umatku,
seandainya engkau tahu visi
misi yang kubawa, engkau
pasti tidak akan melakukan
ini", demikian bisiknya,.
Bahkan ketika datang
malaikat penjaga gunung
Thaif menawarkan bantuan
untuk membalas perbuatan
orang Thaif itu, Nabi berucap,
"Terima kasih. Allah lebih
kuasa daripada makhluk.
Jangan diapa-apakan. Mereka
hanya tidak tahu. Kelak kalau
mereka sadar, mereka akan
mencintai saya".
Nabi Nuh AS pernah menyesal
sejadi-jadinya kenapa ia
pernah mendoakan umatnya
binasa. 950 tahun ia
berdakwah mengajak
kaumnya ke jalan Allah,
namun hanya segelintir yang
mengikuti ajakannya. Yang
lainnya ingkar sehingga Nabi
Nuh berdoa kepada Allah
agar dikirimkan bencana
kepada kaumnya yang ingkar
itu. Maka datanglah banjir
besar yang menenggelamkan
mereka, sedangkan Nuh dan
para pengikutnya sudah
mempersiapkan diri dengan
membuat perahu.
Ada sebuah ungkapan dari
ahli hakekat: "Kalau cinta
sudah meliputi, maka tak ada
lagi ruang kebencian di dalam
diri seseorang. Sejelek apapun
dan kasarnya orang lain, ia
tak akan membalas dengan
kejelekan."
Banyak ulama besar kita telah
mencapai tingkatan itu. Imam
Syafi'i pernah "dikerjai" oleh
seorang tukang jahit saat
memesan pembuatan baju.
Lengan kanan baju itu lebih
besar/longgar dibanding
lengan kirinya yang kecil dan
sempit. Imam Syafi'i bukannya
komplain dan marah kepada
tukang jahit itu, malah
berterima kasih.
Kata Imam Syafi'i, "Kebetulan,
saya suka menulis dan lengan
yang lebih longgar ini
memudahkan saya untuk
menulis sebab lebih leluasa
bergerak".
Indah hidup ini kalau tidak ada
benci. Ini bukan berarti kita
harus menahan marah. Yang
kita lakukan adalah
bagaimana menjadikan diri ini
penuh cinta sehingga potensi
kemarahan kita berkurang.
Kita punya hak untuk marah,
dan itu harus diungkapkan
dengan proporsional.
Jangan karena makanan
sedikit kurang enak lalu
marah. Istri salah sedikit
marah. Banyak hal yang
membuat kita marah. Akan
tetapi, selesaikah persoalan
dengan marah?
Semakin meningkat kadar
cinta maka semakin mesra
pula belaian Allah SWT.
Bagaimanakah nikmatnya
belaian Allah SWT?
Bayangkanlah seorang bayi
yang dibelai ibunya.
Tersenyum, dan sekelilingnya
menggoda. Itu baru belaian
makhluk. Apalagi belaian
Sang Pencipta.
Kita pun akan semakin akrab
dengan Allah, dan semakin
tipis garis pembatas alam gaib
di hadapan kita sehingga
semua rahasia akan terkuak
dan semakin banyak keajaiban
yang kita lihat. Seperti
sepasang kekasih yang saling
mencintai, masih adakah
rahasia antara keduanya?
Ruh sifatnya tinggi dan
cenderung dekat dengan
Allah. Raga sifatnya rendah
dan jauh dari Allah. Ruh itu
terang, sedangkan raga gelap.
Para sufi mengungkapkan,
"Wahai raga, sibukkan dirimu
dengan shalat dan puasa.
Wahai kalbu, sibukkan dirimu
dengan bisikan munajat
kepada Allah. Wahai raga,
ungkapkan iyyka na'budu.
Wahai kalbu, ungkapkan iyyka
nasta'în."
Ta'abbud mendaki ke atas,
sedangkan isti'nah turun ke
bawah. Yang melakukan
ta'abbud adalah hamba,
sedangkan isti'nah adalah
Tuhan. Siapa yang naik akan
memancing yang di atas untuk
turun menyambut. Kalau tidak
pernah naik, jangan harap
akan ada yang turun.
Indah perjumpaan itu.
Ada ketakutan dan ada
harapan. Kadang kita takut
kepada Allah, tetapi juga kita
berharap. Ada al-khasya dan
ada al-raja'. Di balik
ketakutan sehabis berdosa
ada harapan bahwa kita akan
diampuni, ada keinginan
bersama Allah kembali. Maka
lahirlah tobat. Seperti pendaki
gunung yang tak pernah
bosan, naik ke atas,
terperosok ke bawah, naik
lagi, terperosok, dan naik lagi.
Semakin tinggi pendakian itu
semakin licin dan sulit.
Begitulah cobaan bagi
manusia. Semakin tinggi
kedudukan seseorang maka
cobaannya semakin berat.
Namun, cobaan itu jangan
membuat kita putus asa. Jika
kita terus mendaki, pasti kita
akan sampai ke puncak.
Ada ketakjuban dan ada
keakraban. Ketakjuban itu
ada jarak. Untuk mengagumi
suatu objek, kita harus
mengambil jarak dari objek
itu. Indahnya sebuah lukisan
hanya akan terasa jika kita
agak jauh dari lukisan itu.
Keakraban itu tidak ada jarak,
atau sangat dekat sekali.
Inilah kita dengan Tuhan.
Akrab tetapi takjub.
Ada pemusatan dan ada
penyebaran. Allah Maha Esa.
Kita fokus ke situ. Akan
tetapi, apa yang dilihat
pancaindera itu beragam dan
beraneka. Namun, semuanya
terhubungkan dengan Allah.
Warna-warni yang kita lihat di
alam semesta ini sumbernya
satu, Allah Yang Esa.
Ada kehadiran dan ada
ketiadaan. Ini lebih menukik.
Satu sisi kita merasakan Allah
hadir dalam diri kita, di sisi
lain hampa. Kadang kita
kosong, kadang penuh.
Kadang Dia muncul, kadang
tiada. Dia adalah Mahaada,
meski tak terlihat. Dan yang
terlihat ini sebetulnya adalah
manifestasi dari Yang Ada.
Ketiadaan di sini bukan berarti
menafikan.
Ada kemabukan dan ada
kewarasan. Yang bisa
memabukkan bukan hanya
alkohol dan narkoba. Ada
mabuk positif dan ada mabuk
negatif. Mabuk bagi seorang
sufi adalah supersadar (di atas
kesadaran). Kesadaran seperti
ini susah dijelaskan. Ketika
kita sedang bermesraan
dengan Allah, menangis di
atas sajadah, terisak-isak,
orang lain mungkin melihat
kita sedang tidak sadar. Akan
tetapi, sebenarnya kita sangat
sadar, bahkan kita sedang
berada di puncak bersama
Allah.
Ketika mencintai seseorang
saja kita bisa mabuk,
begadang semalaman,
membuat surat, dan lain-lain.
Berkhayal, berimajinasi,
membayangkan si dia hadir
bersama kita. Bagaimana
mabuknya kalau kita
mencintai Allah?
Seorang sufi yang sedang
mabuk kepada Allah, suka
mengungkapkan ucapan-
ucapan yang terdengar aneh
di mata orang lain
(syathahat). Misalnya "tak ada
di dalam jubahku ini selain
Allah". Berarti dalam jubah
itu ada dua sosok yang
bergumul menjadi satu,
hamba dan Tuhan. Atau
ungkapan subhnî subhnî
(Maha Suci aku). Aku adalah
Allah, Allah adalah aku.
Aku ini siapa? Tak ada. Yang
ada hanyalah Allah. Hanya
Allahlah yang wujud. Selain itu
hanya efek dari yang wujud.
Ada penafian dan ada
penetapan. Kadang kita ragu,
benarkah yang datang di
dalam kalbu ini Allah? Jangan-
jangan bukan, tetapi hanya
imajinasi saja. Di sini terjadi
pertentangan antara rasio dan
rasa. Maka untuk
meyakinkannya, kecilkan rasio
dan besarkan rasa. Yakinilah
bahwa kita telah mendaki,
dan kita sudah sampai puncak.
Maka yang kita jumpai
pastilah Allah. Maka akan ada
penampakan. Dan segala
rahasia gaib pun tersibak.
Pergi tanpa Pamit
Aku ingin pergi tanpa pamit.
Meninggalkanmu yang
sesungguhnya meninggalkanku
terlebih dahulu. Aku ingin
memberi jeda meskipun kau
takkan pernah bisa
merasakannya. Kau hanya
bertanya ”Mengapa?” tanpa
bisa meraba. Katamu kau tak
mau mereka-reka.
Aku ingin menjauh seperti kau
menjauhiku waktu itu. Aku tak
berharap kau merasa bersalah
atau kehilanganku. Aku tidak
butuh hal itu.
Aku hanya tak ingin lagi
merasakan bila kau datang
dan pergi sesuka hatimu.
Menghilang kala aku ada, dan
tiba tiba menjelma di depan
pintu jika kakiku kan beranjak.
Menghalangiku untuk pergi
tanpa rasa berdosa.
Aku lelah. Aku sedang tidak
berminat untuk melegakan
keinginanmu.
Aku pergi. Tak ada gunanya
aku di sini. Kau pun takkan
merasa aku ada. Tak akan lagi
kau temukan aku di setiap
perjamuan. Tak akan lagi kau
dapatkan jawaban di setiap
pesan. Tak akan kau dapatkan
gurauanku di halaman maya
yang kau perbarui setiap hari.
Dan ucapanku hanya menjadi
angin lalu yang berhembus
tanpa sempat membelaimu.
Aku pergi. Ya, aku pergi. Tak
ada Selamat tinggal untukmu
kawan
Meninggalkanmu yang
sesungguhnya meninggalkanku
terlebih dahulu. Aku ingin
memberi jeda meskipun kau
takkan pernah bisa
merasakannya. Kau hanya
bertanya ”Mengapa?” tanpa
bisa meraba. Katamu kau tak
mau mereka-reka.
Aku ingin menjauh seperti kau
menjauhiku waktu itu. Aku tak
berharap kau merasa bersalah
atau kehilanganku. Aku tidak
butuh hal itu.
Aku hanya tak ingin lagi
merasakan bila kau datang
dan pergi sesuka hatimu.
Menghilang kala aku ada, dan
tiba tiba menjelma di depan
pintu jika kakiku kan beranjak.
Menghalangiku untuk pergi
tanpa rasa berdosa.
Aku lelah. Aku sedang tidak
berminat untuk melegakan
keinginanmu.
Aku pergi. Tak ada gunanya
aku di sini. Kau pun takkan
merasa aku ada. Tak akan lagi
kau temukan aku di setiap
perjamuan. Tak akan lagi kau
dapatkan jawaban di setiap
pesan. Tak akan kau dapatkan
gurauanku di halaman maya
yang kau perbarui setiap hari.
Dan ucapanku hanya menjadi
angin lalu yang berhembus
tanpa sempat membelaimu.
Aku pergi. Ya, aku pergi. Tak
ada Selamat tinggal untukmu
kawan
Rasulullah Mendengar Suara Langkah Bilal di Surga
Rasulullah
mempunyai
banyak sahabat yang turut
serta dalam perjuangan
menegakkan syariah Islam.
Mereka bersama-sama dalam
suka maupun duka. Para
sahabat itu tak hanya berasal
dari kalangan suku-suku Arab.
Mereka juga datang dari
kalangan non-Arab, seperti
halnya Bilal bin Rabah.
Sebagai mana keturunan
Afrika, Bilal memiliki postur
tinggi, kurus, dan warna kulit
hitam. Dia memiliki nama
lengkap Bilal bin Rabah Al-
Habasyi. Ia biasa dipanggil
Abu Abdillah dan digelari
Muadzdzin Ar-Rasul. Habasyah
merupakan Ethiopia saat ini.
Ibunya adalah sahaya milik
Umayyah bin Khalaf dari Bani
Jumuh. Bilal menjadi budak
mereka, hingga akhirnya ia
mendengar tentang Islam.
Tanpa ada keraguan, ia
menemui Nabi dan
mengikrarkan diri masuk
Islam.
Umayyah bin Khalaf pernah
menyiksanya dan
membiarkannya di tengah
gurun pasir selama beberapa
hari. Di perutnya diikat sebuah
batu besar dan lehernya diikat
dengan tali. Lalu, orang-orang
kafir menyuruh anak-anak
mereka untuk menyeretnya di
antara perbukitan Makkah.
Meski disiksa, keimanan Bilal
tak pernah luntur. Saat
dijemur di panas terik padang
pasir, Bilal selalu
mengucapkan ''Ahad-Ahad''
dan menolak mengucapkan
kata kufur. Abu Bakar lalu
memerdekakannya. Saat itu
Umar bin Khattab
berujar,''Abu Bakar adalah
seorang pemimpin (sayyid)
kami, dan dia telah
memerdekakan seorang
pemimpin (sayyid) kami.''
Setelah hijrah, adzan
disyariatkan. Lalu Bilal
mengumandangkan adzan. Ia
adalah muadzin pertama
dalam Islam, karena ia
memiliki suara yang bagus.
Pada saat pembebasan kota
Makkah, Rasulullah menyuruh
Bilal untuk
mengumandangkan adzan di
belakang Ka'bah.
Adzan itu adalah adzan yang
pertama dikumandangkan di
Makkah. Pasca wafatnya
Rasulullah, ia menolak untuk
menjadi muadzdzin lagi
karena tak sanggup menyebut
nama Rasulullah dalam
adzannya. Usai wafatnya Nabi,
bahkan dia hanya sanggup
melantunkan adzan selama
tiga hari. Itu pun disertai
tangisannya tatkala
mengucapkan nama
Rasulullah dalam adzan.
Ia juga pernah menjabat
sebagai bendahara Rasulullah
di Bait Al-Mal. Ia tidak pernah
absen mengikuti semua
peperangan bersama
Rasulullah. Tentang Bilal,
Rasulullah SAW
mengatakan,''Bilal adalah
seorang penunggang kuda
yang hebat dari kalangan
Habasyah.'' (Hadits Riwayat
Ibnu Abi Syaibah dan Ibn
Asakir)
Suatu ketika, selesai sholat
Subuh, Rasulullah pernah
bertanya kepada Bilal, ''Wahai
Bilal, ceritakan kepadaku
tentang amalan yang paling
bermanfaat yang telah kamu
lakukan setelah memeluk
Islam. Karena semalam aku
mendengar suara langkahmu
di depanku di surga.''
Bilal menjawab, ''Aku tidak
pernah melakukan suatu
amalan yang paling
bermanfaat setelah memeluk
Islam selain aku selalu
berwudhu dengan sempurna
pada setiap malam dan siang,
kemudian melakukan sholat
sunat dengan wudhu itu
sebanyak yang Allah
kehendaki.'' (Hadist riwayat
Abu Hurairah ra)
mempunyai
banyak sahabat yang turut
serta dalam perjuangan
menegakkan syariah Islam.
Mereka bersama-sama dalam
suka maupun duka. Para
sahabat itu tak hanya berasal
dari kalangan suku-suku Arab.
Mereka juga datang dari
kalangan non-Arab, seperti
halnya Bilal bin Rabah.
Sebagai mana keturunan
Afrika, Bilal memiliki postur
tinggi, kurus, dan warna kulit
hitam. Dia memiliki nama
lengkap Bilal bin Rabah Al-
Habasyi. Ia biasa dipanggil
Abu Abdillah dan digelari
Muadzdzin Ar-Rasul. Habasyah
merupakan Ethiopia saat ini.
Ibunya adalah sahaya milik
Umayyah bin Khalaf dari Bani
Jumuh. Bilal menjadi budak
mereka, hingga akhirnya ia
mendengar tentang Islam.
Tanpa ada keraguan, ia
menemui Nabi dan
mengikrarkan diri masuk
Islam.
Umayyah bin Khalaf pernah
menyiksanya dan
membiarkannya di tengah
gurun pasir selama beberapa
hari. Di perutnya diikat sebuah
batu besar dan lehernya diikat
dengan tali. Lalu, orang-orang
kafir menyuruh anak-anak
mereka untuk menyeretnya di
antara perbukitan Makkah.
Meski disiksa, keimanan Bilal
tak pernah luntur. Saat
dijemur di panas terik padang
pasir, Bilal selalu
mengucapkan ''Ahad-Ahad''
dan menolak mengucapkan
kata kufur. Abu Bakar lalu
memerdekakannya. Saat itu
Umar bin Khattab
berujar,''Abu Bakar adalah
seorang pemimpin (sayyid)
kami, dan dia telah
memerdekakan seorang
pemimpin (sayyid) kami.''
Setelah hijrah, adzan
disyariatkan. Lalu Bilal
mengumandangkan adzan. Ia
adalah muadzin pertama
dalam Islam, karena ia
memiliki suara yang bagus.
Pada saat pembebasan kota
Makkah, Rasulullah menyuruh
Bilal untuk
mengumandangkan adzan di
belakang Ka'bah.
Adzan itu adalah adzan yang
pertama dikumandangkan di
Makkah. Pasca wafatnya
Rasulullah, ia menolak untuk
menjadi muadzdzin lagi
karena tak sanggup menyebut
nama Rasulullah dalam
adzannya. Usai wafatnya Nabi,
bahkan dia hanya sanggup
melantunkan adzan selama
tiga hari. Itu pun disertai
tangisannya tatkala
mengucapkan nama
Rasulullah dalam adzan.
Ia juga pernah menjabat
sebagai bendahara Rasulullah
di Bait Al-Mal. Ia tidak pernah
absen mengikuti semua
peperangan bersama
Rasulullah. Tentang Bilal,
Rasulullah SAW
mengatakan,''Bilal adalah
seorang penunggang kuda
yang hebat dari kalangan
Habasyah.'' (Hadits Riwayat
Ibnu Abi Syaibah dan Ibn
Asakir)
Suatu ketika, selesai sholat
Subuh, Rasulullah pernah
bertanya kepada Bilal, ''Wahai
Bilal, ceritakan kepadaku
tentang amalan yang paling
bermanfaat yang telah kamu
lakukan setelah memeluk
Islam. Karena semalam aku
mendengar suara langkahmu
di depanku di surga.''
Bilal menjawab, ''Aku tidak
pernah melakukan suatu
amalan yang paling
bermanfaat setelah memeluk
Islam selain aku selalu
berwudhu dengan sempurna
pada setiap malam dan siang,
kemudian melakukan sholat
sunat dengan wudhu itu
sebanyak yang Allah
kehendaki.'' (Hadist riwayat
Abu Hurairah ra)
Kamis, 19 Agustus 2010
Hiduplah Bagai Pengembara
Kita pasti
telah sangat mengenal kata
ini, pengembara. Kata
pengembara sering
disandingkan dengan kata
lainnya menjadi sebuah frase
seperti, pengembara berkuda,
pengembara cinta, dan
lainnya. Namun pada
hakikatnya makna kata
pengembara adalah
gambaran orang yang
melakukan sebuah perjalanan
panjang ke berbagai tempat
yang belum pernah
diketahuinya dalam mencapai
sebuah tujuan.
Kehidupan kita yang berjalan
terus setiap hari sebenarnya
adalah bentuk
pengembaraan. Tidak ada
yang tahu sampai dimana kita
akan bernafas, dan apa yang
akan menimpa kita esok pagi,
semuanya misteri.
Jika seseorang berniat
melakukan petualangan di
alam liar, semisal panjat
tebing atau mendaki gunung,
dia pasti akan banyak
melakukan persiapan, baik
fisik maupun mental. Lebih
dari itu, dia harus
menyediakan berbagai
peralatan yang baik dan
berkualitas agar
pendakiannya lancar.
Tujuannya sudah diketahui,
yakni sampai di puncak
dengan selamat. Namun
bagaimana proses itu akan
berjalan, dia tidak pernah
tahu sampai benar-benar
mengalaminya sendiri.
Demikian pula didalam
menjalani hidup sehari-hari.
Kita ingin mencapai sebuah
kebahagiaan di masa depan.
Itulah tujuannya, namun
bagaimana proses meraihnya,
kita juga tidak pernah tahu.
Apakah kita akan sampai atau
harus undur diri dari
gelanggang hidup karena
umur kita yang ditakdirkan
pendek?
Sekali lagi, tidak ada seorang
pun yang tahu. Bahkan
seorang ahli peramal
sekalipun, dia pasti tidak
menyangka bahwa beberapa
waktu setelah dia
memprediksi ini itu tentang
masa depan, dia sendiri
meninggal. Kematiannya
sendiri tidak pernah ia dapat
perkirakan.
Rasulullah mengajarkan pada
kita semua bagaimana
menjalani kehidupan ini. "Dari
Ibnu Umar RA berkata:
Rasulullah Saw memegang
pundak kedua pundak saya
seraya bersabda: Jadilah
engkau di dunia seakan-akan
orang asing atau
pengembara. Ibnu Umar
berkata: Jika kamu berada di
sore hari jangan tunggu pagi
hari, dan jika kamu berada di
pagi hari jangan tunggu sore
hari, gunakanlah
kesehatanmu untuk
(persiapan saat) sakitmu dan
kehidupanmu untuk
kematianmu," (HR Imam
Bukhari).
Keistimewaan pengembara
adalah hikmah yang
dimilikinya bahwa dia harus
bersegera mengerjakan
pekerjaan baik dan
memperbanyak ketaatan,
tidak lalai dan menunda-
nunda karena kita tidak tahu
kapan ajal menjemput kita.
Hikmah lain adalah bahwa
kita harus menggunakan
momentum dan kesempatan
yang datang sebelum semua
itu lenyap. Untuk mencapai
tempat tujuan, seorang
pengembara wajib membawa
kompas dan peta dan
bertanya kepada orang lain.
Di dalam kehidupan, kita pun
harus memiliki penuntun agar
tidak tersesat dalam mencari
tujuan.
Peta dapat diibaratkan
sebagai Al-Qur'an dan Al-
hadits sementara orang
berilmu dan ahli agama
adalah tempat bertanya di
kala dalam kebingungan.
Bacalah peta dengan baik,
pergunakan kompas dengan
tepat dan bertanyalah kepada
orang yang tahu agar
pengembaraan hidup ini dapat
berakhir di tempat tujuan
yang kita idamkan dengan
selamat, yaitu surga.
telah sangat mengenal kata
ini, pengembara. Kata
pengembara sering
disandingkan dengan kata
lainnya menjadi sebuah frase
seperti, pengembara berkuda,
pengembara cinta, dan
lainnya. Namun pada
hakikatnya makna kata
pengembara adalah
gambaran orang yang
melakukan sebuah perjalanan
panjang ke berbagai tempat
yang belum pernah
diketahuinya dalam mencapai
sebuah tujuan.
Kehidupan kita yang berjalan
terus setiap hari sebenarnya
adalah bentuk
pengembaraan. Tidak ada
yang tahu sampai dimana kita
akan bernafas, dan apa yang
akan menimpa kita esok pagi,
semuanya misteri.
Jika seseorang berniat
melakukan petualangan di
alam liar, semisal panjat
tebing atau mendaki gunung,
dia pasti akan banyak
melakukan persiapan, baik
fisik maupun mental. Lebih
dari itu, dia harus
menyediakan berbagai
peralatan yang baik dan
berkualitas agar
pendakiannya lancar.
Tujuannya sudah diketahui,
yakni sampai di puncak
dengan selamat. Namun
bagaimana proses itu akan
berjalan, dia tidak pernah
tahu sampai benar-benar
mengalaminya sendiri.
Demikian pula didalam
menjalani hidup sehari-hari.
Kita ingin mencapai sebuah
kebahagiaan di masa depan.
Itulah tujuannya, namun
bagaimana proses meraihnya,
kita juga tidak pernah tahu.
Apakah kita akan sampai atau
harus undur diri dari
gelanggang hidup karena
umur kita yang ditakdirkan
pendek?
Sekali lagi, tidak ada seorang
pun yang tahu. Bahkan
seorang ahli peramal
sekalipun, dia pasti tidak
menyangka bahwa beberapa
waktu setelah dia
memprediksi ini itu tentang
masa depan, dia sendiri
meninggal. Kematiannya
sendiri tidak pernah ia dapat
perkirakan.
Rasulullah mengajarkan pada
kita semua bagaimana
menjalani kehidupan ini. "Dari
Ibnu Umar RA berkata:
Rasulullah Saw memegang
pundak kedua pundak saya
seraya bersabda: Jadilah
engkau di dunia seakan-akan
orang asing atau
pengembara. Ibnu Umar
berkata: Jika kamu berada di
sore hari jangan tunggu pagi
hari, dan jika kamu berada di
pagi hari jangan tunggu sore
hari, gunakanlah
kesehatanmu untuk
(persiapan saat) sakitmu dan
kehidupanmu untuk
kematianmu," (HR Imam
Bukhari).
Keistimewaan pengembara
adalah hikmah yang
dimilikinya bahwa dia harus
bersegera mengerjakan
pekerjaan baik dan
memperbanyak ketaatan,
tidak lalai dan menunda-
nunda karena kita tidak tahu
kapan ajal menjemput kita.
Hikmah lain adalah bahwa
kita harus menggunakan
momentum dan kesempatan
yang datang sebelum semua
itu lenyap. Untuk mencapai
tempat tujuan, seorang
pengembara wajib membawa
kompas dan peta dan
bertanya kepada orang lain.
Di dalam kehidupan, kita pun
harus memiliki penuntun agar
tidak tersesat dalam mencari
tujuan.
Peta dapat diibaratkan
sebagai Al-Qur'an dan Al-
hadits sementara orang
berilmu dan ahli agama
adalah tempat bertanya di
kala dalam kebingungan.
Bacalah peta dengan baik,
pergunakan kompas dengan
tepat dan bertanyalah kepada
orang yang tahu agar
pengembaraan hidup ini dapat
berakhir di tempat tujuan
yang kita idamkan dengan
selamat, yaitu surga.
bersihkan Hati
"Sesungguhnya di dalam diri
manusia ada segumpal
daging. Jika daging tersebut
baik, baiklah seluruh
perbuatannya. Jika daging
tersebut buruk, buruklah
seluruh perbuatannya.
Ketahuilah, segumpal daging
itu adalah hati." (Hadits Nabi
saw).
Hati adalah milik manusia
paling berharga. Sayangnya,
tidak semua manusia
mengetahui dan
menyadarinya sehingga
mereka tidak sungguh-
sungguh dalam
memeliharanya. Kondisi hati
seseorang memiliki pengaruh
yang besar terhadap sikapnya
dalam menjalani hidup.
Seberat apa pun kesulitan dan
kesengsaraan yang menimpa,
tak akan berat dipikul jika
dihadapi dengan hati yang
lapang dan ridha.
Setiap orang tentu
mendambakan hidup yang
bahagia, bukan hanya di
dunia, tetapi juga di akhirat.
Hati yang bersih dapat
mengantarkan manusia
meraih kebahagiaan yang
dicita-citakan tersebut.
Mencapai kondisi hati yang
bersih bukanlah perkara
mudah, tetapi juga bukan
perkara yang mustahil. Untuk
meraihnya, diperlukan tekad
yang kuat, kesungguhan,
kedisiplinan, dan juga
konsistensi.
manusia ada segumpal
daging. Jika daging tersebut
baik, baiklah seluruh
perbuatannya. Jika daging
tersebut buruk, buruklah
seluruh perbuatannya.
Ketahuilah, segumpal daging
itu adalah hati." (Hadits Nabi
saw).
Hati adalah milik manusia
paling berharga. Sayangnya,
tidak semua manusia
mengetahui dan
menyadarinya sehingga
mereka tidak sungguh-
sungguh dalam
memeliharanya. Kondisi hati
seseorang memiliki pengaruh
yang besar terhadap sikapnya
dalam menjalani hidup.
Seberat apa pun kesulitan dan
kesengsaraan yang menimpa,
tak akan berat dipikul jika
dihadapi dengan hati yang
lapang dan ridha.
Setiap orang tentu
mendambakan hidup yang
bahagia, bukan hanya di
dunia, tetapi juga di akhirat.
Hati yang bersih dapat
mengantarkan manusia
meraih kebahagiaan yang
dicita-citakan tersebut.
Mencapai kondisi hati yang
bersih bukanlah perkara
mudah, tetapi juga bukan
perkara yang mustahil. Untuk
meraihnya, diperlukan tekad
yang kuat, kesungguhan,
kedisiplinan, dan juga
konsistensi.
Terjemahan Surah Al-Qiaamah
Terjemahan :
1. Saya bersumpah dengan
hari kiamat,
2. dan saya bersumpah dengan
jiwa yang amat menyesali
(dirinya sendiri).
3. Apakah manusia mengira,
bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan (kembali)
tulang-belulangnya?
4. Bukan demikian,
sebenarnya Kami kuasa
menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna.
5. Bahkan manusia itu hendak
membuat maksiat terus
menerus.
6. Ia bertanya: `Bilakah hari
kiamat itu?`
7. Maka apabila mata
terbelalak (ketakutan),
8. dan apabila bulan telah
hilang cahayanya,
9. dan matahari dan bulan
dikumpulkan,
10. pada hari itu manusia
berkata: `Ke mana tempat
lari?`
11. Sekali-kali tidak! Tidak ada
tempat berlindung!
12. Hanya kepada Tuhanmu
sajalah pada hari itu tempat
kembali.
13. Pada hari itu diberitakan
kepada manusia apa yang
telah dikerjakannya dan apa
yang dilalaikannya.
14. Bahkan manusia itu
menjadi saksi atas dirinya
sendiri,
15. meskipun dia
mengemukakan alasan-
alasannya.
16. Janganlah kamu gerakkan
lidahmu untuk (membaca) Al
Quran karena hendak cepat-
cepat (menguasai) nya.
17. Sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya.
18. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.
19. Kemudian, sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah
penjelasannya.
20. Sekali-kali jangan.
Sebenarnya kamu (hai
manusia) mencintai kehidupan
dunia,
21. dan meninggalkan
(kehidupan) akhirat.
22. Wajah-wajah (orang-orang
mukmin) pada hari itu berseri-
seri.
23. Kepada Tuhannyalah
mereka melihat.
24. Dan wajah-wajah (orang
kafir) pada hari itu muram,
25. mereka yakin bahwa akan
ditimpakan kepadanya
malapetaka yang amat
dahsyat.
26. Sekali-kali jangan. Apabila
nafas (seseorang) telah
(mendesak) sampai ke
kerongkongan,
27. dan dikatakan
(kepadanya): `Siapakah yang
dapat menyembuhkan?`,
28. Dan dia yakin bahwa
sesungguhnya itulah waktu
perpisahan (dengan dunia),
29. dan bertaut betis (kiri)
dengan betis (kanan),
30. kepada Tuhanmulah pada
hari itu kamu dihalau.
31. Dan ia tidak mau
membenarkan (Rasul dan Al
quran) dan tidak mau
mengerjakan shalat,
32. tetapi ia mendustakan
(Rasul) dan berpaling (dari
kebenaran),
33. kemudian ia pergi kepada
ahlinya dengan berlagak
(sombong).
34. Kecelakaanlah bagimu (hai
orang kafir) dan
kecelakaanlah bagimu,
35. kemudian kecelakaanlah
bagimu (hai orang kafir) dan
kecelakaanlah bagimu.
36. Apakah manusia mengira,
bahwa ia akan dibiarkan
begitu saja (tanpa
pertanggungan jawab)?
37. Bukankah dia dahulu
setetes mani yang
ditumpahkan (ke dalam
rahim),
38. kemudian mani itu menjadi
segumpal darah, lalu ALLOH
menciptakannya, dan
menyempurnakannya,
39. lalu ALLOH menjadikan
daripadanya sepasang; laki-
laki dan perempuan.
40. Bukankah (ALLOH berbuat)
demikian berkuasa (pula)
menghidupkan orang mati?
1. Saya bersumpah dengan
hari kiamat,
2. dan saya bersumpah dengan
jiwa yang amat menyesali
(dirinya sendiri).
3. Apakah manusia mengira,
bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan (kembali)
tulang-belulangnya?
4. Bukan demikian,
sebenarnya Kami kuasa
menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna.
5. Bahkan manusia itu hendak
membuat maksiat terus
menerus.
6. Ia bertanya: `Bilakah hari
kiamat itu?`
7. Maka apabila mata
terbelalak (ketakutan),
8. dan apabila bulan telah
hilang cahayanya,
9. dan matahari dan bulan
dikumpulkan,
10. pada hari itu manusia
berkata: `Ke mana tempat
lari?`
11. Sekali-kali tidak! Tidak ada
tempat berlindung!
12. Hanya kepada Tuhanmu
sajalah pada hari itu tempat
kembali.
13. Pada hari itu diberitakan
kepada manusia apa yang
telah dikerjakannya dan apa
yang dilalaikannya.
14. Bahkan manusia itu
menjadi saksi atas dirinya
sendiri,
15. meskipun dia
mengemukakan alasan-
alasannya.
16. Janganlah kamu gerakkan
lidahmu untuk (membaca) Al
Quran karena hendak cepat-
cepat (menguasai) nya.
17. Sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya.
18. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.
19. Kemudian, sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah
penjelasannya.
20. Sekali-kali jangan.
Sebenarnya kamu (hai
manusia) mencintai kehidupan
dunia,
21. dan meninggalkan
(kehidupan) akhirat.
22. Wajah-wajah (orang-orang
mukmin) pada hari itu berseri-
seri.
23. Kepada Tuhannyalah
mereka melihat.
24. Dan wajah-wajah (orang
kafir) pada hari itu muram,
25. mereka yakin bahwa akan
ditimpakan kepadanya
malapetaka yang amat
dahsyat.
26. Sekali-kali jangan. Apabila
nafas (seseorang) telah
(mendesak) sampai ke
kerongkongan,
27. dan dikatakan
(kepadanya): `Siapakah yang
dapat menyembuhkan?`,
28. Dan dia yakin bahwa
sesungguhnya itulah waktu
perpisahan (dengan dunia),
29. dan bertaut betis (kiri)
dengan betis (kanan),
30. kepada Tuhanmulah pada
hari itu kamu dihalau.
31. Dan ia tidak mau
membenarkan (Rasul dan Al
quran) dan tidak mau
mengerjakan shalat,
32. tetapi ia mendustakan
(Rasul) dan berpaling (dari
kebenaran),
33. kemudian ia pergi kepada
ahlinya dengan berlagak
(sombong).
34. Kecelakaanlah bagimu (hai
orang kafir) dan
kecelakaanlah bagimu,
35. kemudian kecelakaanlah
bagimu (hai orang kafir) dan
kecelakaanlah bagimu.
36. Apakah manusia mengira,
bahwa ia akan dibiarkan
begitu saja (tanpa
pertanggungan jawab)?
37. Bukankah dia dahulu
setetes mani yang
ditumpahkan (ke dalam
rahim),
38. kemudian mani itu menjadi
segumpal darah, lalu ALLOH
menciptakannya, dan
menyempurnakannya,
39. lalu ALLOH menjadikan
daripadanya sepasang; laki-
laki dan perempuan.
40. Bukankah (ALLOH berbuat)
demikian berkuasa (pula)
menghidupkan orang mati?
Langganan:
Komentar (Atom)