Jumat, 29 April 2011

Gua Hira, Di Sinilah...

Senin 17 Ramadhan yang
bertepatan dengan 6 Agustus
610 M —menurut Ibnu Sa‘ad
dalam Al-Thabaqat Al-Kubra
— kala Muhammad tengah
khusyuk bertafakur, ia
menerima wahyu pertama.
“ Bacalah, dengan
(menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Paling
Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak
diketahuinya. ” (QS Al-Alaq:
1-5).
Saat itu pula Muhammad
resmi dilantik sebagai Nabi
dan Rasul-Nya. Saat
menerima penobatan sebagai
Nabi ini, usia Muhammad
sekitar 40 tahun 6 bulan 8
hari menurut kalender
Qamariyah atau 39 tahun 3
bulan 8 hari menurut
almanak Syamsiyah. Kita
tidak akan membahas
tentang proses pengangkatan
Muhammad sebagai Nabi dan
Rasul, namun membahas
tempat di mana beliau
bertahannuts dan
mendapatkan wahyu, yakni
Gua Hira.
Bagi sebagian kaum
Muslimin, perjalanan ibadah
haji bukan hanya sekedar
menyempurnakan prosesi
atau ritual sebagaimana
diwajibkan atau disunnahkan
syariat, tapi juga sebuah
wisata religius. Salah satunya
adalah dengan melakukan
ziarah. Dan salah satu
tempat ziarah yang paling
diburu para jamaah haji atau
mereka yang berumrah
adalah Gua Hira yang
terletak di Jabal Nur (Gunung
Cahaya).
Gunung ini terletak sekitar
enam kilometer sebelah
utara Masjidil Haram. Sekitar
lima meter dari puncak
gunung, terdapat sebuah
lubang kecil. Itulah yang
disebut Gua Hira, di mana
Nabi Muhammad Saw
mendapat wahyu
pertamanya.
Sedangkan tinggi puncak
Jabal Nur kira-kira dua ratus
meter, di sekelilingnya
terdapat sejumlah gunung,
batu bukit dan jurang. Letak
Gua Hira di belakang dua
batu raksasa yang sangat
dalam dan sempit dengan
ketinggian sekitar dua meter.
Di bagian ujung kanan gua
terdapat lubang kecil yang
dapat dipergunakan untuk
memandang kawasan bukit
dan gunung arah Makkah.
Untuk menuju puncak
gunung, seseorang rata-rata
memerlukan waktu selama
satu jam bahkan lebih dari
dasar gunung. Medannya
cukup sulit karena tidak ada
titian tangga. Para peziarah
harus mendaki melewati
batu-batu terjal. Jalan
bertangga hanya ditemukan
setelah tiga perempat
perjalanan. Namun
menjelang puncak gunung,
medannya sedikit ringan,
peziarah bisa mendaki
dengan santai.
Begitu tiba di depan pintu
gua, terdapat tulisan Arab
‘ Ghor Hira’ dengan cat warna
merah. Di atas tulisan itu
terdapat tulisan dua ayat
pertama Surat Al-Alaq
dengan cat warna hijau. Gua
Hira terletak persis di
samping kiri tulisan tersebut.
Panjang gua tersebut sekitar
tiga meter dengan lebar
sekitar satu setengah meter,
dan ketinggian sekitar dua
meter. Dengan luas dimensi
seperti itu, gua ini hanya
cukup digunakan untuk
shalat dua orang. Di bagian
kanan gua terdapat teras
dari batu yang hanya cukup
digunakan untuk shalat
dalam keadaan duduk.
Dengan kondisi seperti itu,
Gua Hira merupakan tempat
yang ideal di Makkah bagi
Muhammad untuk
bertahannuts. Suasananya
tenang, dan jauh dari
keriuhan kota Makkah kala
itu. Dan tentu saja,
Muhammad telah
mempertimbangkan dengan
matang pemilihan gua ini
sebagai tempatnya 'mencari'
Tuhan.
Beliau juga telah
memperbincangkan tempat
itu dengan istrinya, Khadijah
binti Khuwailid. Oleh sebab
itu, terkadang di malam yang
pekat, Khadijah beberapa
kali mengunjungi
Muhammad. Dapat
dibayangkan bagaimana
beratnya medan yang
ditempuh Khadijah Al-Kubra
saat itu, ketika mengunjungi
suaminya di Gua Hira.
Saking vitalnya peran Gua
Hira dalam sejarah Islam,
salah seorang pakar sejarah
Islam asal Mesir, Husain
Mu ’nis, mengatakan Gua Hira
layak disebut sebagai masjid
pertama dalam sejarah
Islam. "Gua Hira, tak pelak
lagi, merupakan masjid yang
pertama-tama dalam Islam.
Di gua itu Rasulullah
melaksanakan shalat,
bertahannuts, dan
menyembah Allah sebelum
beliau menerima wahyu,"
ujarnya.
Bagaimanapun jua, walau tak
harus menyebut Gua Hira
sebagai masjid pertama di
dunia, namun peran vitalnya
sebagai tempat
diturunkannya wahyu
pertama kali, menjadikannya
sebagai tujuan ziarah yang
selalu dikerubuti jamaah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar